MAKALAH ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI
DAN KOMUNIKASI ( EPTIK )
BSI CIKARANG |
Diajukan
Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester (UAS)
Mata kuliah EPTIK
Pada Program Diploma Tiga ( D.III )
Kelas 12.4F.24
Disusun Oleh:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Jurusan Manajemen Informatika
“BSI Cikarang”
2013 |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur
kehadirat Allah SWT, penulis panjatkan atas segala rahmat, hidayah serta
ridhoNya, atas terselesaikannya makalah yang berjudul “BLOG CYBER CRIME (CARDING)
” yang merupakan syarat mendapatkan nilai UAS pada mata kuliah Etika Profesi
Teknologi Informasi & Komunikasi ( EPTIK ).
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
dalam menyusun makalah ini tak terlepas dari bantuan berbagai pihak, Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
:
1.
Ibu
......... selaku dosen EPTIK
2. Kedua Orang
Tua tercinta dan keluarga kami yang selalu mendo’akan dan
memberikan
semangat.
3.
Rekan-rekan
mahasiswa BSI yang telah mendukung dan berpartisipasi dalam pembuatan laporan
presentasi ini.
4.
Dan semua
pihak yang telah membantu penulis, namun tak bisa penulis sebutkan satu per
satu.
Dalam penulisan makalah ini,
tentunya masih jauh dari kesempurnaan, karena masih banyak kesalahan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis mohon di bukakan
pintu ma’af yang sebesar-besarnya, apabila ada kesalahan dan kekurangan yang
penulis lakukan. Dan penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Cikarang,
1 Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Judul ………………………………………………............................................... 1
Kata
Pengantar ……………………………………………….............................................. 2
Daftar Isi
………………………………………………………............................................ 3
BAB 1 Pendahuluan …………………………………………………................................. 4
1.1 Latar Belakang
…………………………………………............................................... 4
1.2 Maksud Dan
Tujuan ………………………………………........................................... 5
1.3 Metode
Penelitian ……………………………………….............................................. 5
1.4 Ruang
Lingkup ……………………………………………........................................... 5
BAB 11 Pembahasan ……………………………………………………............................ 6
2.1. Pengertian cyber crime................................................................................................ 6
2.2. Pelanggaran
Hukum Dalam Dunia Maya ……………….......................................... 7
2.3. Undang-Undang
Dunia Maya ……………………………… .................................... 7
2.4. Carding ……………………………………………………….....................................
8
2.5. Peranan Cyber Law …………………………………………................................... 13
BAB 111 Penutup …………………………………………………………........................
18
3.1. Kesimpulan ………………………………………………….....................................
19
3.2. Saran
…………………………………………………………................................... 20
Daftar Pustaka
…………………………………………………......................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) yang cukup pesat sekarang ini sudah menjadi realita
sehari-hari bahkan merupakan tuntutan masyarakat yang tidak dapat ditawar lagi.
Tujuan utama perkembangan iptek adalah perubahan kehidupan masa depan manusia
yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman. Perkembangan iptek, terutama
teknologi informasi (Information Technology) seperti internet sangat menunjang
setiap orang mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik legal maupun
illegal dengan menghalalkan segala cara karena ingin memperoleh keuntungan
secara “potong kompas”. Dampak buruk dari perkembangan “dunia maya” ini tidak
dapat dihindarkan dalam kehidupan masyarakat modern saat ini dan masa depan.
Kemajuan teknologi informasi yang
serba digital membawa orang ke dunia bisnis yang revolusioner (digital
revolution era) karena dirasakan lebih mudah, murah, praktis dan dinamis
berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi lain, berkembangnya teknologi
informasi menimbulkan pula sisi rawan yang gelap sampai tahap mencemaskan
dengan kekhawatiran pada perkembangan tindak pidana di bidang teknologi
informasi yang berhubungan dengan “cybercrime” atau kejahatan duniamaya.
Masalah kejahatan maya dewasa ini
sepatutnya mendapat perhatian semua pihak secara seksama pada perkembangan
teknologi informasi masa depan, karena kejahatan ini termasuk salah satu extra
ordinary crime (kejahatan luar biasa) bahkan dirasakan pula sebagai serious
crime (kejahatan serius) dan transnational crime (kejahatan antar negara) yang
selalu mengancam kehidupan warga masyarakat, bangsa dan negara berdaulat.
Tindak pidana atau kejahatan ini adalah sisi paling buruk di dalam kehidupan
moderen dari masyarakat informasi akibat kemajuan pesat teknologi dengan
meningkatnya peristiwa kejahatan komputer, pornografi, terorisme digital,
“perang” informasi sampah, bias informasi, hacker, cracker dan sebagainya.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud penulisan makalah ini adalah
:
1.
Untuk lebih memahami dan mengetahui tentang pelanggaran
hukum (Cybercrime) yang terjadi dalam dunia maya sekarang ini, dan
Undang-Undang Dunia Maya (Cyberlaw).
2. Untuk lebih memahami
dan mengetahui tentang betapa bahayanya carding dan semoga kita dapat mencegah
dan menghindari carding yang termasuk salasatu pelanggaran hukum didunia maya.
Sedangkan
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat memenuhi nilai
UAS pada mata kulih EPTIK pada jurusan Manajemen Informatika Akedemi
Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana
Informatika.
1.3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis pada penulisan tugas akhir
ini adalah :
Ø Metode Studi
Pustaka (Library Study)
Selain melakukan kegiatan tersebut diatas, penulis merangkum berbagai sumber
bacaan dari bahan – bahan pustaka yang ada hubungannya dengan masalah yang akan
dibahas guna mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai materi yang akan
dijadikan bahan makalah.
1.4. Ruang Lingkup
Dalam penyusunan makalah ini,
penulis hanya memfokuskan pada kasus carding yang merupakan salasatu
pelanggaran hukum pada dunia maya.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Cyber Crime
Perkembangan
yang pesat dari teknologi telekomunikasi dan teknologi komputer menghasilkan internet
yang multifungsi. Perkembangan ini membawa kita ke ambang revolusi keempat
dalam sejarah pemikiran manusia bila ditinjau dari konstruksi pengetahuam umat
manusia yang dicirikan dengan cara berfikir yang tanpa batas (borderless way
of thinking).
Cyber crime atau kejahatan dunia
maya dapat didefenisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan
komunikasi.
Dalam beberapa
literatur, cybercrime sering diidentikkan sebagai computer crime. The U.S.
Department of Justice memberikan pengertian Computer Crime sebagai: “… any
illegal act requiring knowledge of Computer technology for its perpetration,
investigation, or prosecution”. Pengertian lainnya diberikan oleh
Organization of European Community Development, yaitu: “any illegal,
unethical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or
the transmission of data”. Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana
di Bidang Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di
bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer
secara ilegal. Sedangkan menurut Eoghan Casey “Cybercrime is used
throughout this text to refer to any crime that involves computer and networks,
including crimes that do not rely heavily on computer“.
2.2. Pelanggaran Hukum Dalam Dunia Maya ( Cyber
Crime)
Munculnya revolusi teknologi
informasi dewasa ini dan masa depan tidak hanya membawa dampak pada
perkembangan teknologi itu sendiri, akan tetapi juga akan mempengaruhi aspek
kehidupan lain seperti agama, kebudayaan, sosial, politik, kehidupan pribadi,
masyarakat bahkan bangsa dan negara. Jaringan informasi global atau internet
saat ini telah menjadi salah satu sarana untuk melakukan kejahatan baik
domestik maupun internasional. Internet menjadi medium bagi pelaku kejahatan
untuk melakukan kejahatan dengan sifatnya yang mondial, internasional dan
melampaui batas ataupun kedaulatan suatu negara. Semua ini menjadi motif dan
modus operandi yang amat menarik bagi para penjahat digital.
Ø Jenis-jenis
Cyber Crime
Eoghan Casey
mengkategorikan cybercrime dalam 4 kategori yaitu:
- A computer can be the object of Crime.
- A computer can be a subject of crime.
- The computer can be used as the tool for conducting or planning a crime.
- The symbol of the computer itself can be used to intimidate or deceive.
2.3. Undang - Undang dunia maya ( Cyber Law)
Harus diakui bahwa Indonesia belum
mengadakan langkah-langkah yang cukup signifikan di bidang penegakan hukum (law
enforcement) dalam upaya mengantisipasi kejahatan duniamaya seperti dilakukan
oleh negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat. Kesulitan yang dialami
adalah pada perangkat hukum atau undang-undang teknologi informasi dan
telematika yang belum ada sehingga pihak kepolisian Indonesia masih ragu-ragu
dalam bertindak untuk menangkap para pelakunya, kecuali kejahatan duniamaya
yang bermotif pada kejahatan ekonomi/perbankan.
Untuk itu diperlukan suatu perangkat
UU yang dapat mengatasi masalah ini seperti yang sekarang telah adanya
perangkat hukum yang satu ini berhasil digolkan, yaitu Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU yang terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal
serta Penjelasan ini disahkan setelah melalui Rapat Paripurna DPR RI pada
Selasa, 25 Maret 2008. Namun sejatinya perjalanan perangkat hukum yang sangat
penting bagi kepastian hukum di dunia maya ini sebenarnya sudah dimulai 5 tahun
yang lalu.
2.4. Carding
Didalam dunia maya sangat banyak
pihak-pihak yang mencari keuntungan tanpa memperdulikan segalasesuatunya entah
itu merugikan orang lain, masyarakat atau pihak yang tidak tersangkut secara
langsung. Berikut ini adalah beberapa contoh kasus pelangaran hukum terhadap
dunia maya diantaranya adalah Hacker, Cracker, Defacer, Carding, Frauder,
Spammer. Dalam penulisan makalah ini penulis mencoba membahas salah satu kasus
pelanggaran hukum dalam dunia maya yaitu carding.
Carding adalah suatu aktivitas untuk
mendapatkan nomer-nomer kartu kredit orang lain yang digunakan untuk berbelanja
si pelaku secara tidak syah atau illegal.
Carding, sebuah ungkapan mengenai
aktivitas berbelanja secara maya (lewat komputer) dengan menggunakan berbagai
macam alat pembayaran yang tidak sah. Pada umumnya carding identik dengan
transaksi kartu kredit, dan pada dasarnya kartu kredit yang digunakan bukan
milik si carder tersebut akan tetapi milik orang lain. Apa yang terjadi ketika
transaksi carding berlangsung, tentu saja sistem pembayaran setiap toko atau
perusahaan yang menyediakan merchant pembayaran mengizinkan adanya transaksi
tersebut. Seorang carder tinggal menyetujui dengan cara bagaimana
pembayaran tersebut di lakukan apakah dengan kartu kredit, wire transfer, phone
bil atau lain sebagainya.
Ø Cara carding sebagai berikut:
1. Mencari kartu kredit yang masih valid, hal ini
dilakukan dengan mencuri atau kerjasama dengan orang-orang yang bekerja
pada hotel atau toko-toko gede (biasanya kartu kredit orang asing yang disikat)
atau masuk ke program MIRC (chatting) pada server dal net, kemudian ke channel
#CC, #Carding, #indocarder, #Yogyacarding,dll. Di dalamnya kita dapat melakukan
trade (istilah "tukar") antar kartu kredit (bila kita memiliki kartu
kredit juga, tapi jika tidak punya kartu kredit, maka dapat melakukan aktivitas
"ripper" dengan menipu salah seorang yang memiliki kartu kredit yang
masih valid).
2. Setelah berhasil mendapatkan kartu kredit, maka
carder dapat mencari situs-situs yang menjual produk-produk tertentu (biasanya
di cari pada search engine). Tentunya dengan mencoba terlebih dahulu (verify)
kartu kredit tersebut di site-site porno (hal ini disebabkan karena kartu
kredit tersebut tidak hanya dipakai oleh carder tersebut). Jika di terima, maka
kartu kredit tersebut dapat di belanjakan ke toko-toko tersebut.
3. Cara memasukan informasi kartu kredit pada merchant
pembayaran toko adalah dengan memasukan nama panggilan (nick name), atau nama
palsu dari si carder, dan alamat aslinya. atau dengan mengisi alamat asli dan
nama asli pemilik asli kartu kredit pada form billing dan alamat si carder pada
shipping address. ( Tidak Untuk di Tiru !!!!!!!!!!!!!! )
Ø Jenis kartu kredit:
1. Asli
didapatkan dari toko atau hotel (biasa disebut virgin CC)
2. Hasil trade
pada channel carding
3. Hasil ekstrapolet (penggandaan, dengan menggunakan
program C-master 4, cardpro, cardwizard, dll), softwarenya dapat di Download
disini: Cmaster4, dan cchecker (jika ada
yang ingin mengetahui CVV dari kartu tersebut)
4. Hasil hack
(biasa disebut dengan fresh CC) dengan menggunakan teknik jebol ASP (dapat anda lihat pada menu "hacking")
Contoh kartu
kredit:
First Name*
Judy
Last Name* Downer
Address* 2057 Fries Mill Rd
City* Williamstown
State/Province* NJ
Zip* 08094
Phone* ( 856 )881-5692
E-mail* klompencapir.4f@erols.com
Payment Method Visa
Card Number 5588 3201 2345 6789
Exp. Date 5/04
Last Name* Downer
Address* 2057 Fries Mill Rd
City* Williamstown
State/Province* NJ
Zip* 08094
Phone* ( 856 )881-5692
E-mail* klompencapir.4f@erols.com
Payment Method Visa
Card Number 5588 3201 2345 6789
Exp. Date 5/04
Apa anda pernah memikirkan arti dari nomor kartu kredit, dan bagaimana
angka-angka tersebut dihasilkan? Atas dasar ilmu pengetahuan, berikut ini akan
saya jabarkan RAHASIA-nya.
Pertama-tama anda harus mengenal bagian-bagian dari deretan angka pada kartu kredit tersebut. Dari 16 angka
yang anda lihat di kartu kredit Visa atau MasterCard, 6 digit pertamanya
merupakan “issuer identifier“, yaitu
kode jenis kartu kredit tersebut. Jika 6 digit tersebut diawali dengan 4,
berarti kartu kredit tersebut berjenis Visa. Namun, jika 6 digit tersebut
diawali dengan 5, berarti kartu kredit tersebut berjenis MasterCard.
Berikutnya, 1 digit terakhir dari 16 digit angka di kartu kredit tersebut
berfungsi sebagai “check digit“, yang fungsinya hanya untuk validasi pengecekan
nomor kartu kredit tersebut. Karena 6 digit awal dan 1 digit terakhir tersebut
sudah memiliki arti, berarti tinggal tersisa 9 digit di tengah yang berfungsi
sebagai “account number“.
Oleh karena terdapat 10 kemungkinan angka (dari angka 0 sampai dengan 9) yang bisa dimasukkan ke tiap digit dari 9 digit “account number” tersebut, maka kombinasi yang dihasilkan dari 9 digit tersebut berjumlah 1 milyar kemungkinan nomor untuk masing-masing jenis kartu kredit (Visa atau MasterCard). Adapun algoritma yang dipakai untuk menghasilkan deretan 16 angka untuk nomor kartu kredit tersebut dinamakan algoritma “Luhn”atau“Mod10“.
Dulu pada tahun 1954, Hans Luhn dari IBM adalah orang yang pertama kali mengusulkan penerapan algoritma untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu nomor kartu kredit.
Cara kerja algoritma yang sederhana (tapi luar biasa) ini adalah sebagai berikut :
1. Dimulai dari digit pertama, kalikan 2 semua angka yang menempati digit ganjil, sehingga secara keseluruhan akan ada 8 digit yang anda kalikan 2, yakni digit ke 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan15.
2. Jika hasil perkalian 2 tersebut menghasilkan angka yang berjumlah 2 digit (10, 12, 14, 16, atau 18), maka jumlahkan angka masing-masing digit tersebut untuk menghasilkan 1 digit angka baru, sehingga hasil dari langkah pertama dan kedua ini tetap berupa 8 angka.
3. Langkah berikutnya, gantikan semua angka (nomor kartu kredit) yang terletak pada digit posisi ganjil tersebut dengan 8 angka baru tersebut, untuk menghasilkan deretan 16 angka baru.
4. Langkah terakhir, jumlahkan ke-16 angka tersebut. Jika hasil penjumlahannya merupakan kelipatan 10, berarti nomor kartu kredit tersebut valid, dan sebaliknya, jika tidak kelipatan 10, berarti nomor kartu kredit tersebut tidak valid. Berikut ini saya berikan contoh perhitungan sebenarnya :
Seperti anda lihat di gambar di atas ini, nomor kartu kredit tersebut adalah 5588 3201 2345 6789, karena diawali dengan 4, berarti kartu tersebut berjenis Visa. Sekarang kita lakukan perhitungannya.
Jika sudah anda hitung dengan teliti, maka akan terlihat bahwa jumlah
akhirnya adalah 61, yang BUKAN merupakan bilangan kelipatan 10, sehingga bisa
dipastikan bahwa nomor kartu kredit tersebut adalah tidak valid. Seandainya
“check digit” di contoh tersebut bukan 8, melainkan 7, maka secara algoritma,
nomor kartu kredit tersebut akan menjadi valid, karena total penjumlahannya
akan berubah menjadi 60, suatu bilangan kelipatan 10. Berikut ini contoh yang lain. Sekali
lagi, lakukan kalkulasi sesuai algoritma Luhn di atas untuk kartu kredit
MasterCard dengan nomor 5588 3201 2345 6789 tersebut.
Bisa anda hitung
sendiri, total penjumlahannya adalah 65, sehingga nomor kartu kredit tersebut
tidak valid, karena 65 BUKAN bilangan kelipatan 10. Seandainya, “check digit”
kartu kredit tersebut bukan 3, melainkan 8, maka hasil penjumlahannya akan
menjadi 70, yang merupakan kelipatan 10, sehingga nomor kartu kredit tersebut
akan menjadi valid (secara algoritma).
Pengertian valid di atas adalah valid secara perhitungan matematika, bukan berarti nomor kartu kredit tersebut benar-benar pasti nomor kartu kredit yang asli. Karena untuk pengecekan kartu kredit (pada saat transaksi online, misalnya) dibutuhkan tidak hanya nomor kartu kreditnya saja, tapi juga “expiry date“, serta “card security code” atau disebut juga dengan CVV (Card Verification Value) atau pun CVC (Card Verification Code) yang merupakan 3 digit terakhir di balik kartu kredit tersebut. P.S. : Untuk kartu kredit American Express, jumlah digitnya bukan 16, tapi cuma 15, dan selalu diawali dengan 34 atau 37 untuk 2 digit pertamanya. Sedangkan untuk “account number“-nya hanya memiliki panjang 8 digit, bukan 9 digit seperti kartu kredit jenis Visa atau MasterCard.
Pengertian valid di atas adalah valid secara perhitungan matematika, bukan berarti nomor kartu kredit tersebut benar-benar pasti nomor kartu kredit yang asli. Karena untuk pengecekan kartu kredit (pada saat transaksi online, misalnya) dibutuhkan tidak hanya nomor kartu kreditnya saja, tapi juga “expiry date“, serta “card security code” atau disebut juga dengan CVV (Card Verification Value) atau pun CVC (Card Verification Code) yang merupakan 3 digit terakhir di balik kartu kredit tersebut. P.S. : Untuk kartu kredit American Express, jumlah digitnya bukan 16, tapi cuma 15, dan selalu diawali dengan 34 atau 37 untuk 2 digit pertamanya. Sedangkan untuk “account number“-nya hanya memiliki panjang 8 digit, bukan 9 digit seperti kartu kredit jenis Visa atau MasterCard.
2.5. Peranan
Cyber Law
Cyber Law adalah aspek hukum yang
istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya meliputi setiap
aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atausubyek hukum yang
menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulaipada saat mulai
"online" dan memasuki dunia cyber atau maya. Pada negara yang
telahmaju dalam penggunaan internet sebagai alat untuk memfasilitasi setiap
aspek kehidupanmereka, perkembangan hukum dunia maya sudah sangat maju. Sebagai
kiblat dariperkembangan aspek hukum ini, Amerika Serikat merupakan negara yang
telah memilikibanyak perangkat hukum yang mengatur dan menentukan perkembangan
Cyber Law.Untuk dapat memahami sejauh mana perkembangan Cyber Law di Indonesia
maka kitaakan membahas secara ringkas tentang landasan fundamental yang ada
didalam aspekyuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai sebuah rezim
hukum khusus, dimanaterdapat komponen utama yang menliputi persoalan yang ada
dalam dunia maya tersebut,yaitu
Ø Pertama, tentang
yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen inimenganalisa dan
menentukan keberlakuan hukum yang berlaku danditerapkan di dalam dunia maya itu
Ø Kedua, tentang
landasan penggunaan internet sebagai sarana untukmelakukan kebebasan berpendapat
yang berhubungan dengan tanggungjawab pihak yang menyampaikan, aspek
accountability, tangung jawabdalam memberikan jasa online dan penyedia jasa
internet (internetprovider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa
pendidikanmelalui jaringan internet
Ø Ketiga, tentang
aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentangpatent, merek dagang
rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber
Ø Keempat, tentang
aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukumyang berlaku di masing-masing
yurisdiksi negara asal dari pihak yangmempergunakan atau memanfaatkan dunia
maya sebagai bagian darisistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan
Ø Kelima, tentang
aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiappengguna internet
Ø Keenam, tentang ketentuan
hukum yang memformulasikan aspekkepemilikan dalam internet sebagai bagian dari
nilai investasi yang dapatdihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau
akuntansi
Ø Ketujuh, tentang
aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internetsebagai bagian dari
perdagangan atau bisnis usaha.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut
di atas maka kita akan dapat melakukan penilaianuntuk menjustifikasi sejauh
mana perkembangan dari hukum yang mengatur sistem danmekanisme internet di
Indonesia.Perkembangan internet di Indonesia mengalami percepatan yang sangat
tinggi sertamemiliki jumlah pelanggan atau pihak pengguna jaringan internet
yang terus meningkatsejak paruh tahun 90'an. Salah satu indikator untuk melihat
bagaimana aplikasi hukumtentang internet diperlukan di Indonesia adalah dengan
melihat banyaknya perusahaanyang menjadi provider untuk pengguna jasa internet
di Indonesia. Perusahaan-perusahaanyang memberikan jasa provider di Indonesia
sadar atau tidak merupakan pihak yangberperanan sangat penting dalam memajukan
perkembangan cyber law di Indonesiadimana fungsi-fungsi yang mereka lakukan
seperti :
v Perjanjian aplikasi rekening
pelanggan internet;
v Perjanjian pembuatan desain home
page komersial;
v Perjanjian reseller penempatan
data-data di internet server;
v Penawaran-penawaran penjualan
produk-produk komersial melaluiinternet;
v Pemberian informasi yang di update
setiap hari oleh home page komersial;
v Pemberian pendapat atau polling
online melalui internet.
Merupakan faktor dan tindakan yang
dapat digolongkan sebagai tindakan yangberhubungan dengan aplikasi hukum
tentang cyber di Indonesia. Oleh sebab itu adabaiknya didalam perkembangan
selanjutnya agar setiap pemberi jasa atau penggunainternet dapat terjamin maka
hukum tentang internet perlu dikembangkan serta dikajisebagai sebuah hukum yang
memiliki displin tersendiri di Indonesia.
Secara akademis, terminologi ”cyber
law” tampaknya belum menjadi terminologi yangsepenuhnya dapat diterima. Hal ini
terbukti dengan dipakainya terminologi lain untuktujuan yang sama seperti The
law of the Inlernet, Law and the InformationSuperhighway, Information
Technology Law, The Law of Information, dan sebagainya.Di Indonesia sendiri
tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati atau paling tidakhanya sekedar
terjemahan atas terminologi ”cyber law”.
Sampai saat ini ada beberapaistilah
yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber law”, misalnya, Hukum
SistemInformasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan
Informatika).Bagi penulis, istilah (Indonesia) manapun yang akan dipakai tidak
menjadi persoalan.Yang penting, di dalamnya memuat atau membicarakan mengenai
aspek-aspek hukumyang berkaitan dengan aktivitas manusia di Internet. Oleh
karena itu dapat dipahamiapabila sampai saat ini di kalangan peminat dan
pemerhati masalah hukum yangberikaitan dengan Internet di Indonesia masih
menggunakan istilah ”cyber law”.
Sebagaimana dikemukakan di atas,
lahirnya pemikiran untuk membentuk satu aturanhukum yang dapat merespon
persoalan-persoalan hukum yang muncul akibat daripemanfaatan Internet terutama
disebabkan oleh sistem hukum tradisional yang tidaksepenuhnya mampu merespon
persoalan-persoalan tersebut dan karakteristik dari Internetitu sendiri. Hal
ini pada gilirannya akan melemahkan atau bahkan mengusangkan konsepkonsephukum
yang sudah mapan seperti kedaulatan dan yurisdiksi. Kedua konsep iniberada
padaposisi yang dilematis ketika harus berhadapan dengan kenyataan bahwa
parapelaku yang terlibat dalam pemanfaatan Internet tidak lagi tunduk pada
batasankewarganegaraan dan kedaulatan suatu negara.
Dalam kaitan ini Aron Mefford
seorangpakar cyberlaw dari Michigan State University sampai pada kesimpulan
bahwa denganmeluasnya pemanfaatan Internet sebenarnya telah terjadi semacam
”paradigm shift”dalam menentukan jati diri pelaku suatu perbuatan hukum dari
citizens menjadi netizens.Dilema yang dihadapi oleh hukum tradisional dalam
menghadapi fenomena cyberspaceini merupakan alasan utama perlunya membentuk
satu regulasi yang cukup akomodatifterhadap fenomena-fenomena baru yang muncul
akibat pemanfaatan Internet.
Aturanhukum yang akan dibentuk itu
harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hukum (the legal needs) para pihak
yang terlibat dalam traksaksi-transaksi lewat Internet. Untuk itupenulis
cenderung menyetujui proposal dari Mefford yang mengusulkan ”LexInformatica”
(Independent Net Law) sebagai ”Foundations of Law on the
Internet".Proposal Mefford ini tampaknya diilhami oleh pemikiran mengenai
”Lex Mercatoria”yang merupakan satu sistem hukum yang dibentuk secara evolutif
untuk meresponkebutuhan-kebutuhan hukum (the legal needs) para pelaku transaksi
dagang yangmendapati kenyataan bahwa sistem hukum nasional tidak cukup memadai
dalammenjawab realitas-realitas yang ditemui dalam transaksi perdagangan internasional.Secara
demikian maka ”cyber law” dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan
yangberkaitan dengan persoalan-persoalan yang muncul akibat dari pemanfaatan
Internet.
Pembahasan mengenai ruang lingkup
”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi ataspersoalan-persoalan atau
aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan denganpemanfaatan Internet.
Jonathan Rosenoer dalam Cyber law, the law of internet mengingatkan tentang
ruang lingkup dari cyber law diantaranya :
Ø Hak Cipta (Copy Right)
Ø Hak Merk (Trademark)
Ø Pencemaran nama baik (Defamation)
Ø Fitnah, Penistaan, Penghinaan (Hate
Speech)
Ø Serangan terhadap fasilitas komputer
(Hacking, Viruses, Illegal Access)
Ø Pengaturan sumber daya internet
seperti IP Address, domain name
Ø Kenyamanan Individu (Privacy)
Ø Prinsip kehati-hatian (Duty care)
Ø Tindakan kriminal biasa yang
menggunakan TI sebagai alat
Ø Isu prosedural seperti yuridiksi,
pembuktian, penyelidikan dll
Ø Kontrak / transaksi elektronik dan
tanda tangan digital
Ø Pornografi
Ø Pencurian melalui Internet
Ø Perlindungan Konsumen
Ø Pemanfaatan internet dalam aktivitas
keseharianseperti ecommerce, e-government, e-education dll.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Perkembangan teknologi informasi
(TI) dan khususnya juga Internet ternyata tak hanyamengubah cara bagaimana
seseorang berkomunikasi, mengelola data dan informasi,melainkan lebih jauh dari
itu mengubah bagaimana seseorang melakukan bisnis. Banyakkegiatan bisnis yang
sebelumnya tak terpikirkan, kini dapat dilakukan dengan mudah dancepat dengan
model-model bisnis yang sama sekali baru. Begitu juga, banyak kegiatanlainnya
yang dilakukan hanya dalam lingkup terbatas kini dapat dilakukan dalamcakupan
yang sangat luas, bahkan mendunia.
Di sisi lain, perkembangan TI dan
Internet ini, juga telah sangat mempengaruhi hampir semua bisnis di dunia untuk
terlibat dalam implementasi dan menerapkan berbagai aplikasi. Banyak manfaat
dan keuntungan yang bisa diraih kalangan bisnis dalam kaitan ini, baik dalam
konteks internal (meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi), dan eksternal
(meningkatkan komunikasi data dan informasi antar berbagai perusahaan pemasok,
pabrikan, distributor) dan lain sebagainya.
Masalah hukum yang dikenal dengan
Cyberlaw ini tak hanya terkait dengan keamanan dan kepastian transaksi, juga
keamanan dan kepastian berinvestasi. Karena, diharapkandengan adanya pertangkat
hukum yang relevan dan kondusif, kegiatan bisnis akan dapatberjalan dengan
kepastian hukum yang memungkinkan menjerat semua fraud atautindakan kejahatan
dalam kegiatan bisnis, maupun yang terkait dengan kegiatanpemerintah.
Banyak terjadi tindak kejahatan
Internet (seperti carding), tetapi yang secara nyata hanyabeberapa kasus saja
yang sampai ke tingkat pengadilan. Hal ini dikarenakan hakim sendiri belum
menerima bukti-bukti elektronik sebagai barang bukti yang sah, seperti digital
signature. Dengan demikian cyberlaw bukan saja keharusan melainkan sudah merupakan
kebutuhan, baik untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini, dengan semakin
banyak terjadinya kegiatan cybercrime maupun tuntutan komunikasi perdagangan manca
negara (cross border transaction) ke depan.
Karenanya, Indonesia sebagai negara
yang juga terkait dengan perkembangan dan perubahan itu, memang dituntut untuk
merumuskan perangkat hukum yang mampu mendukung kegiatan bisnis secara lebih
luas, termasuk yang dilakukan dalam dunia virtual, dengan tanpa mengabaikan
yang selama ini sudah berjalan. Karena, perangkat hukum yang ada saat ini
ditambah cyberlaw, akan semakin melengkapi perangkat hukum yang dimiliki.
Inisiatif ini sangat perlu dan mendesak dilakukan, seiring dengan semakin berkembangnya
pola-pola bisnis baru tersebut. Sejak Maret 2003 lalu Kantor Menteri Negara
Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) mulai menggodok Rancangan Undang-Undang
(RUU) Informasi Elektronik danTransaksi Elektronik (IETE) - yang semula bernama
Informasi Komunikasi danTransaksi Elektronik (IKTE).
Hal tersebut seharusnya memang
diantisipasi sejak awal, karena eksistensi TI dengan perkembangannya yang
sangat pesat telah melahirkan kecemasan-kecemasan baru seiring maraknya
kejahatan di dunia cyber yang semakin canggih. Lebih dari itu, TI yang tidak mengenal
batas-batas teritorial dan beroperasi secara maya juga menuntut pemerintah mengantisipasi
aktivitas-aktivitas baru yang harus di atur oleh hukum yang berlaku,terutama
memasuki pasar bebas.
2.
SARAN
Mengingat
begitu pesatnya perkembangan dunia cyber (internet), efek negatifnyapun ikut
andil didalamnya, untuk itu diharapkan peran demi tegaknya keadilan di negeri ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Web site Insecure.org at
http://insecure.org/nmap/ date access December 2008
Majalahinteraksiacuanhukumdankemasyarakatan,
website :
http://berita.kafedago.com/kirimkomentar.asp,
date access December 2008
Rekomendasi Artikel Terkait, lengkap..
ReplyDeletePranala --> MENGENAL CYBER CRIME